Tim peneliti dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Universitas Cenderawasih mulai bangun digital time capsule untuk abadikan data es abadi Puncak Jayawijaya yang diprediksi lenyap pada 2025. Proyek ini lahir setelah analisis satelit 2023 menunjukkan ketebalan es tersisa hanya 12 meter—menipis 92% sejak pencatatan pertama tahun 1850.

Krisis Es Tercepat di Tropis

Puncak Jayawijaya kehilangan 8 meter ketebalan es per tahun akibat kenaikan suhu 0,92°C/dekade di Papua. “Ini krisis es tropis tercepat di dunia. Tahun 2010, luas es masih 200 hektare, sekarang tinggal 12 hektare,” tegas Dr. Dodo Gunawan, klimatolog LAPAN. Tim lapangan dokumentasikan kondisi terkini dengan drone hyperspectral yang pindai struktur kristal es setiap 6 jam.

Teknologi Time Capsule: Gabung Data 3D dan Pengetahuan Lokal

Ilmuwan kombinasi teknologi LiDAR (Light Detection and Ranging) dengan cerita lisan suku Dani. Mereka pindai 360 derajat gletser dalam resolusi 2cm/pixel, lengkapi dengan narasi adat tentang “Ngga Wula” (gunung salju) dari tetua suku. “Kami rekam ritual Khenenge Bako yang dipercaya jaga keseimbangan alam,” ujar antropolog Universitas Cenderawasih, Dr. John Rumbiak.

Penyimpanan Data di Blockchain Arktik

Seluruh data mentah—termasuk sampel udara beku dalam tabung vakum—disimpan di server bawah tanah Norwegia yang tahan gempa dan perang cyber. “Kami enkripsi data dengan blockchain khusus agar tak termodifikasi hingga 1.000 tahun ke depan,” jelas CTO proyek, Andi Wijaya. UNESCO dukung inisiatif ini dengan alokasikan dana Rp28 miliar.

Dampak pada Ekosistem dan Budaya Lokal

Mencairnya es mengancam 7 spesies endemik, termasuk ikan Glossolepis incisus yang bergantung pada air dingin. Suku Dani juga kehilalan situs ritual penting. “Dulu kami ambil es untuk upacara Wenei Wurung, sekarang harus pakai es batu buatan,” keluh Kepala Suku Yali, Elius Tabuni.

Edukasi via Virtual Reality dan Hologram

Tim peneliti kembangkan platform VR “Jayawijaya Eternal” yang izinkan pengguna jelajahi gletser digital. Museum Nasional Jakarta siapkan zona khusus dengan hologram 4D yang simulasi suhu -5°C dan efek angin pegunungan. “Anak muda harus tahu, dulu di Indonesia ada salju abadi,” kata Kepala Edukasi Museum, Dian Sastri.

Peringatan untuk Dunia

Proyek ini bukan cuma dokumentasi, tapi alarm bagi aksi iklim global. “Jika es tropis punah, artinya krisis iklim sudah di ambang point of no return,” tegas Ketua IPCC, Jim Skea, dalam konferensi pers April 2024. LAPAN rencanakan replikasi time capsule untuk ekosistem terancam lain seperti hutan mangrove Papua.

Warisan untuk Generasi Mendatang

Ilmuwan tanam time capsule fisik berisi data hard drive dan biji tanaman endemik di lereng Jayawijaya. “Jika suatu hari es kembali terbentuk, generasi 3024 bisa bandingkan data ini,” harap Dr. Dodo. Sementara itu, tetua suku Dani berdoa: “Ngga Wula mungkin hilang, tapi roh pegunungan takkan mati.”

Kepunahan es Jayawijaya bukan akhir cerita, melainkan babak baru kesadaran manusia akan fragility Bumi. “Kami ingin masa depan tahu: dulu kami berusaha,” pungkas Andi Wijaya.